Bagi sebagian manusia, rindu itu wajar. Terkadang kita terlelap dalam mimpi dan kemudian berasumsi, bahwa semesta tidak seharusnya begini. Berasumsi tentang begitu banyak hal, hingga tidak ada lagi yang pasti. Atau lebih tepatnya, kita sudah tidak tahu dan tidak dapat membedakan mana yang pasti dan hanya dalam angan.
Seperti malam-malam biasanya, jemari saya disibukkan oleh begtu banyak macam tugas yang berlimpah. Ah, kalau begini rasanya ingin cepat kaya, kemudian hidup bahagia dengan ratusan merek high-end yang saya jadikan acuan saya sebagai definisi kebahagiaan. Tapi ternyata, hidup tidak secetek itu. Tidak serendah itu.
Hari ini saya belajar bahwa dunia yang kita tinggali di dalamnya ini ternyata tidak baik-baik saja. KIta yang selama ini berfikir bahwa hidup kitalah yang bernasib terburuk, ternyata tidak demikian. Karena konflik di dunia luas begitu besar, dan sifatnya infinite. Konflik pasti ada, perebutan kekuasaan dan harta pasti ada. Dan semua kembali pada persepsi dan perspektif masing-masing pribadi dalam melihat dunia.
Dalam kacamata saya, saya melihat dunia sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari berbagai macam negara, dengan tujuan yang berbeda, dan dengan keinginan yang sama. Bagaimana kedua hal yang begitu berbeda mampu mencipta sebuah kesatuan dan hidup dalam satu langit? Mereka - para negara - mendamba kuasa. Mendamba kekuatan. Mendamba begitu banyak limpahan uang. Bagi negara dan isinya, yang menjadi tuhan itu uang. Bukan dalam bentuk lain.
Dalam perspektif saya, saya menilai bahwa dunia memang harus diubah. Entah dengan berbagai macam kudeta di setiap negara yang mungkin tengah terjadi, atau perlukah dipecahkan Perang Dunia Ketiga? Apabila jawabannya perang, saya rasa saya lebih baik mati duluan. Atau kalau Tuhan berkehendak lain, dengan senang hati saya menawarkan diri menjadi pengatur strategi perang.
Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dunia itu gila. Iya, memang gila. Wong secara scientific terbentuknya saja sudah dari kumpulan bola api yang kemudian mengeras, tidak heran saya apabila berakhir dalam api lagi.
Saya bukan tuhan, saya bukan cenayang, saya bukan paranormal, tapi saya berbicara melalui kacamata saya. Melalui apa yang menjadi pemikiran saya. Dan kini saya malu, untuk apa saya pernah menangis demi konflik kecil dalam hidup saya perkara cinta atau nilai jelek? sementara apabila saya melihat dunia yang lebih luas, banyak hal lain yang lebih patut saya tangisi walau saya tidak pernah merasakannya.
Sekarang saya tahu jawaban dari tangisan tulus dan tiba-tiba yang saya kucurkan ketika saya menonton video tentang ISIS. Dimana saya tersentuh melihat seorang anggota ISIS yang masih berusia 10 tahun, dan ia sudah diajarkan untuk berperang dan menggunakan senjata.
My whole life is a fucking lie, dude. Let’s be honest with it. Di usia saya 10 tahun, yang saya ketahui hanya Barbie, main sepeda roda dua warna ungu dengan keranjang di depannya yang selalu saya isi dengan Cheetos rasa jagung bakar, dan…..apa ya? Almarhum anjing saya mungkin, Ranger? Ya, itu yang saya tahu di usia 10 tahun. Saya hanya tersentuh, melihat bagaimana anak usia 10 tahun mampu memiliki loyalitas tinggi terhadap ISIS dan mau menggantikan robot atau pistol mainannya dengan pedang atau pistol sungguhan, dan bertarung demi apa yang ia percayai. Sungguh, sekali lagi saya ucapkan dengan lantang, my whole life is a fucking lie dude.
Kembali kepada kacamata saya melihat dunia.
Begitu banyak hal yang tidak bisa saya ucapkan dengan kata dan frasa. Saya hanya mampu mengucap doa agar semua yang saya cintai bisa hidup baik-baik saja tanpa harus merasa terganggu dengan konflik militer atau yang berdarah-darah. Saya hanya ingin semua yang saya cintai baik-baik saja. Karena saya mendamba dan masih memiliki keyakinan bahwa suatu saat, lagu John Lennon yang berjudul Imagine bisa dijadikan acuan dalam hidup di dunia.
Sekian,
selamat malam dan semoga anda hidup dalam damai senantiasa.